Jokowi Diminta Turun Tangan Warga Tidak Bisa Makan Tempe Orek Pedagang Mogok Harga Kedelai Naik

Kedelai kini jadi perbincangan hangat. Harganya yang meroket membuat pengusaha tempe dan tahu menjerit. Para pengusaha kompak menghentikan produksi.

Akibatnya tempe hilang dari pasaran. Berikut sejumlah fakta terkait harga kedelai yang terus melonjak hingga Presiden Jokowi diminta turun tangan. Pengusaha tempe di Bekasi, Jawa Barat, meminta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bertindak atas harga kedelai naik tinggi.

Pasalnya, harga normal kedelai per kwintal Rp 680.000 saat ini menjadi Rp 930.000. "Tolong pak menteri dan Pak Presiden Jokowi untuk bertindak, ini semakin hari semakin naik terus harga kedelai," kata Saari (60), produsen tempe di Gang Mawar, Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Minggu (3/1/2021). Saari meminta, harga kedelai dapat ditekan hingga kembali ke normal.

Alasannya, jika harga kedelai naik terus terpaksa harga jual tempe ikut naik. "Untuk pemerintah jangan terlalu kencang gini, bahaya nantinya. Orang Indonesia kalau tidak makan tempe nanti penasaran," ujarnya. Produsen tempe lainnnya di Bekasi juga meminta hal serupa.

Dia meminta pemerintah mengambil langkah cepat dan jangka panjang dalam mengatasi harga kedelai. "Ya minta segera ada solusinya aja, biar bisa segera normal harganya," ujarnya. Dia menyarankan, Indonesia dapat meningkatkan produksi kedelai dalam negeri ketimbang harus mengandalkan impor kedelai.

Jika ditangani dan didukung maksimal, dia yakin Indonesia mampu memenuhi kebutuhan kedelai secara mandiri tanpa harus impor. "Ya repot si kalau sekarang ini kan kedelai lebih besar dari impor." "Sulit kendalikan harga, maka solusi jangka panjangnya harus dapat ditingkatkan petani kedelainya. Tolong ini dipikirkan sama menteri dan Presiden Jokowi," tuturnya.

Warga Bekasi juga mengeluhkan kehilangan tempe dan tahu karena tidak ada pedagang yang menjualnya. Makanan yang paling dicari masyarakat Indonesia itu sudah tiga hari menghilang di pasaran atau bertepatan saat Tahun Baru, Jumat (1/1/2021). Berdasarkan pengamatan Wartakotalive.com, hingga Minggu (3/12/2021) tempe dan tahu masih tidak ada di pasaran.

Baik di pasar tradisional, maupun tukang sayur mayur dekat permukiman warga. Kepala Pasar Kranji Baru, Amas membenarkan tempe dan tahu tidak ada di pasar sejak awal tahun 2021. Sampai saat ini, katanya, pedagang di pasar belum ada yang menjual tempe tahu.

"Iya tidak ada yang jual sejak 1 Januari 2021 sampai sekarang," ujarnya, Minggu (3/1/2021). Amas tak memberi penjelasan tentang tidak ada tempe tahu di Pasar Kranji Baru. Namun, dia mengatakan, tempe tahu tidak ada di seluruh pasar di Bekasi, bahkan sebagian besar daerah.

"Ini semua rata, buka di sini aja (Pasar Kranji), pasar lain juga sama, di daerah lain juga sama," katanya. Sementara itu, warga mengeluhkan tidak ada yang menjual tempe tahu di Bekasi. "Iya saya kemarin mau beli tempe ke Pasar Bintara, terus ke Kranji sama penjual sayur deket rumah engga ada kosong semua engga ada yang jual," kata Richa Nurlela, warga Bintara.

Awalnya, dia hendak membuat tempe orek dan goreng tempe. Namun, dia terpaksa mengurungkan membuat masakan itu karena tidak ada pedagang yang menjual tempe. "Niatnya mumpung libur mau masakin suami tempe orek sama gorengan tempe, enggak ada kosong. Akhirnya jadi buat bakwan aja," tutur dia.

Sementara Anah (57) penjual nasi uduk di Bintara, Kecamatan Bekasi Barat, mengganti tempe orek dengan irisan telur dadar. Banyak pembeli yang bertanya kepadanya tentang tidak ada tempe orek dalam nasi uduknya. "Saya jelasin aja enggak ada jual tempe, sayur tahunya juga enggak ada. Soalnya tahunya juga sama enggak ada yang jual di pasar," ujarnya.

Sebagai gantinya, tempe orek dan sayur tahu itu diganti dengan telur suwir dan kentang. "Ya ganti pakai telur diiris iris aja, sama biasanya kan ada tahunya itu diganti pakai kentang semur aja," ujar Anah. Harga kedelai melonjak hingga tidak terjangkau lagi pelaku usaha kecil menengah (UKM) di Kampung Tempe, Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel).

Harga kedelai yang normalnya Rp 7.200 per kilogram, kini meroket sampai Rp 9.200 per kilogram. "Sekarang sudah Rp 9.200 per kilogram," keluh Ade, salah satu pengusaha tempe di Kampung Tempe, Sabtu (2/12/2020). Pelaku usaha yang menggunakan bahan baku kedelai di Kampung Tempe pun mogok kerja selama tiga hari, sejak Jumat (1/1/2021) sampai Minggu (3/1/2021).

Aksi mogok produksi massal tak hanya dilakukan di Ciputat, melainkan juga oleh pelaku usaha tempe di kawasan Jakarta dan Jawa Barat itu diharapkan bisa menurunkan kembali harga kedelai. Namun sayang, sampai hari ini, harga komoditi yang tersedia dari hasil impor itu tetap di angka Rp 9.200 per kilogram. "Ini sudah berhenti dua hari, Jumat dan Sabtu, harga belum turun," ujarnya.

Ade sudah mulai belanja kedelai untuk dijual pada Senin (4/1/2021) . Ade pasrah saat mendengar dari produsen kedelai bahwa harga tidak akan kembali seperti semula. Sejak Oktober 2020, harga kedelai terus meroket, dari mulai normalnya Rp 7.200 per kilogram, kini menjadi Rp 9.200 per kilogram.

Harga itu memukul para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang memproduksi tempe di Kampung Tempe, Jalan Wahid, Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel). Harga yang perlahan naik membuat mereka harus mengurangi ukuran tempe demi menutup ongkos produksi. "Ukuran dikurangi sudah sejak Oktober. Kan pas Oktober harga mulai merangkak naik. Gimana solusinya tetap jalan, ukuran dikurangi," kata Ade.

Namun cara tersebut nampaknya tidak berpengaruh terhadap harga kedelai. Kacang kedelai terus meroket sampai hari ini. Mengecilkan ukuran hanya demi asal "dapur tetap ngebul" namun tidak menyelesaikan masalah utama.

Sementara pembeli terus mengeluh karena mereka harus membeli lebih banyak. Akhirnya para pelaku usaha tempe kompak mogok kerja selama tiga hari mulai Jumat (1/1/2021) sampai Minggu (3/1/2021). Sebuah bentuk protes sekaligus upaya bermain di ranah mekanisme pasar untuk menurunkan harga kedelai agar kembali terjangkau.

"Tapi kan 'Bu tahu sendiri kacang lagi mahal', setiap ada pembeli saya kasih tahu, supaya mereka paham. Nanti ada mogok Bu, mogok massal se Indonesia enggak produksi tahu tempe.' Sampai susu kedelai libur, karena menghargai tahu tempenya ini," ujarnya. Ade mengatakan, harga kedelai Rp 9.200 per kilogram terlalu tinggi. Biaya produksi yang melibatkan pekerja yang harus diupah dan pembelian plastik sebagai pembungkus tempe harus dipikirkannya matang matang.

Sementara, untung tidak seberapa untuk menafkahi keluarga di rumah. "Cukup memukul pengusaha, karena kita ini kan banyak pembiayaan, ada bagian kita nyuruh orang kerja, pasti kan nguliin orang kerja juga, itu juga harus digaji. Kita kan berusaha memajukan anak anak yang nganggur juga kan," ujarnya. Upaya mogok selama tiga hari juga tidak menunjukkan hasil.

Ade dan sesama pelaku usaha tempe lainnya bersepakat menaikkan harga mulai Senin (4/1/2021). Ukuran tempe pun akan kembali seperti semula. "Kalau mulai Senin besok Rp 6 ribu, jadi kita normalin lagi bungkusannya," pungkasnya.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan stok kedelai cukup untuk kebutuhan industri tahu dan tempe nasional. Oleh karena itu, pemerintah menjamin tahu dan tempe tetap tersedia di masyarakat. Hal ini sekaligus merespons pernyataan Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) yang akan mogok produksi pada 1 3 Januari 2021 lantaran harga kedelai impor yang terus naik.

Sekretaris Jenderal Kemendag mengatakan, mereka telah melakukan koordinasi dengan Gakoptindo, di mana para produsen tersebut akan melakukan penyesuaian harga tahu dan tempe dengan harga kedelai impor. Menurut dia, dari pembahasan kedua pihak diketahui bahwa harga kedelai impor di tingkat perajin mengalami penyesuaian dari Rp 9.000 per kilogram pada November 2020 menjadi Rp 9.300 Rp 9.500 per kilogram pada Desember 2020, atau naik sekitar 3,33 persen 5,56 persen. “Kemendag terus mendukung industri tahu tempe Indonesia. Dengan penyesuaian harga, diharapkan masyarakat akan tetap dapat mengonsumsi tahu dan tempe yang diproduksi oleh perajin,” ujar Suhanto dalam keterangan resminya, Jumat (1/1/2021).

Suhanto menyebutkan, berdasarkan data Asosiasi Importir Kedelai Indonesia (Akindo), saat ini para importir selalu menyediakan stok kedelai di gudang sekitar 450.000 ton. Sedangkan kebutuhan kedelai untuk para anggota Gakoptindo diperkirakan sebesar 150.000 160.000 ton per bulan. "Maka stok kedelai tersebut seharusnya masih cukup untuk memenuhi kebutuhan 2 3 bulan mendatang," kata dia.

Suhanto mengatakan, pada Desember 2020, harga kedelai dunia tercatat sebesar 12,95 dollar AS per bushels, naik 9 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat 11,92 dollar AS per bushels. Berdasarkan data The Food and Agriculture Organization (FAO), harga rata rata kedelai pada Desember 2020 tercatat sebesar 461 dollar AS per ton, naik 6 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 435 dollar AS per ton. Ia menambahkan, faktor utama penyebab kenaikan harga kedelai dunia diakibatkan lonjakan permintaan kedelai dari China ke Amerika Serikat (AS).

China sendiri merupakan negara eksportir kedelai terbesar dunia. Pada Desember 2020 permintaan kedelai China naik 2 kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan AS, seperti di Los Angeles, Long Beach, dan Savannah sehingga terjadi hambatan pasokan terhadap negara importir kedelai lain termasuk Indonesia.

"Untuk itu perlu dilakukan antisipasi pasokan kedelai oleh para importir karena stok saat ini tidak dapat segera ditambah mengingat kondisi harga dunia dan pengapalan yang terbatas," kata Suhanto. "Penyesuaian harga dimaksud secara psikologis diperkirakan akan berdampak pada harga di tingkat importir pada Desember 2020 sampai beberapa bulan mendatang,” tambah dia. Suhanto pun berharap, para importir yang masih memiliki stok kedelai untuk dapat terus memasok secara kontinu kepada perajin tahu dan tempe anggota Gakoptindo dengan tidak menaikan harga.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *